Rabu, 11 Agustus 2010

POLEMIK UNDANG-UUNDANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (UU BHP)
PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDOYONO (SBY) BERIKAN TIGA SOLUSI
Oleh Ali Geno Berutu (Analisa dengan Filsafat Hukum)
Menteri pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh mengaku, presiden SBY memberikan tiga solusi untuk mengawasi persoalan pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP)
Menurut Mendiknas,presiden SBY meminta agar Dirjen pendidikan Nasional mengatasi kevakuman status yang terjadi kepada perguruan negri pasca pembatalan UU BHP. Untuk mengatasi kepakuman itu ujarnya ,Presiden memberikan tiga solusi.
Ketiganya adalah mengganti UU BHP dengan Undang-Undang yang baru,membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu), atau membuat peraturan pemerintah yang baru sehingga bisa mengakomodasikan PP yang sudah dibatalkan itu menjadi peraturan menteri (permen).
Presiden meminta pada Ditjen Pendidikan Nasional untuk melakukan pengkajian lagi,apakah persoalan terhadap implikasi dari dibatalkannya UU BHP sudah semuanya bisa ditampung dalam PP yang baru atau PP 17? Kalau bisa maka akan berjalan, ungkap Nuh dikantor kepresidenan di Jakarta kemarin.
Presiden SBY kemarin menggelar rapat terbatas bidang kesejahteraan rakyat bersama seluruh jajaran menteri bidang kesejahteraan rakyat.Rapat itu membahas pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan diperguruan tinggi pasca pembatalan UU BHP.Rapat dihadiri pula oleh Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Akh Maloka. Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Rusliwa Somantri,dan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Hery Suhardiyanto.
Mendiknas mengungkapkan,sejak Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU BHP pada 31 Maret 2010,dirinnya langsung memberikan laporan kepada presiden. Seusai menerima laporan itu,Presiden langssung menugasi dirinya untuk membuat analiisi terhadap implikasi keputusa MK tersebut.
Hasil analisi tadi telah kami sampaikan dalam rapar terbatas plus dengan kawan-kawan rektor yang paling terkena danpak dibatalkanya UU BHP. Kami memaparkan konsep atau usulan rancanagan uuntuk mengatasi pembatalan UU BHP yersebut,” ujarnya.
Untuk melaksanakan salah satu alternatif yang ditugaskan Presiden lanjut Nuh,Kemendiknas akan berkoordinasi dengan beberapa perguruan tinggi dan melakukan penajaman.Semua opsi itu ujarnya ,akan terbuka dan menjadi kemungkinan sebagai pengganti UU BHP {Rarasati Syarief}
ANALISIS
Kenyataan bahwa hukum tidak dapat dilepaskan dari masyarakat adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri ,keduanya saling mempengaruhi. Dalam tatanan keilmuan kita keduanya saling membentuk .Hidup tumbuh dan hidup dalam masyarakat,dan relasi-relasi dalam masyarakat dipengaruhi oleh keberadaan oleh hukum,bahkan hukum mengatur relasi-relasi sosial dalam interaksi sosial yang ada,antara satu individu dengan individu lainya, antara satu individu dengan institusi dan demikian sebaliknya.
Menurut saya permasalahan tentang UU BHP yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) adalah melalui pendekatan Sociological Jurisprudence,yang mempokuskan diri dalam pembuatan hukum dan prinsip-prinsipnya dan keberlakuanya secara efektif dimasyarakat,karena saat ini kemandirian kampus untuk mengolola dan mengembangkan sudah seharusnya diserahkan sepanuhnya kepada Civitas Akademika kampus yang bersangkutan.Ditengah-tengah Arus globalisai sekarang ini,dimana persaingan semakin ketat dan rumit,kalau sampai sekarang perguruan-perguruan tinggi di negri ini masih mengharapakan subsidi dari pemerintah untuk pengadaan pasilitas kampus saya kira sudah tidak cukup lagi,maka solusinya adalah perguruan-perguruan tinggi sudah saastnya bekerjasama dengan pihak swasta dalam maupun luar negeri untuk meningkatkan mutu pendidikan serta fasilitas-fasilitas yang mendukungnya,supaya perguruan-perguruan tinggi mampu bersaing dan masuk dalam kategori Class World University yang telah banyak diidamkan oleh perguruan-perguruan tinggi di negeri ini dan termasuk salah satunya UIN Jakarta.UU BHP yang tadinya dirancang untuk memberikan kekuatan hukum bagi perguruan-perguruan dalam mengembangkan pendidikan diindonesia tapi malah banyak ditantang oleh banyak pihak,sehingga MK pun kemudian membatalkanya disebabkan banyaknya tuntutan yang mendesak dari berbagai kalangan, karena hukum harus berjalan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Selanjutnya mengenai solusi yang ditawarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyona (SBY) agar Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh membuat peraturan mentri (permen) untuk mengatasi kevakuman akibat dibatalkanya UU BH, adalah menggunakan pendekan Sosiolagi Hukum,karena permen ini dibuat atas perkembangan dan kemauan dari masyaraakat,jadi disini masyarakatlah yang melahirkan hukum,bukan hukum yang melakukan pendekatan kepada masyarakat sebagaimana Sociological Juripudence Pergolakan pergerakan dari berbagai kalangan baik mahasiswa maupun rakyat.Dengan mengamati dan mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan kemudian berusaha untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiologi sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum,dampak dan efektivitas hukum.
.

OPINI

MUHAMMADIYAH DARI POLITIK PRAKTIS KE POLITIK ADILUHUNG

Oleh : Wilda Sastra

A. Iftitah

Sejarah Singkat Pendirian Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .

Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.[1]

Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi masyarakat non politik, Organisasi ini telah menjadi acuan dasar operasional Negara Indonesia ini. Mengapa demikian, muhammadiyah telah menanamkan prinsip-prinsip administrasi dalam sebuah Organisasi sebelum Negara ini terbentuk. Muhammadiyah juga telah menerapakan pembangunan yang berkelanjutan berbasis mental, spiritual dan financial.

Pembangunan masyarakat dilakukan sampai saat ini dengan berbagai bidang dan program yang dikomandoi langsung oleh Pengurus Pusat Muhammadiyah dalam berbagai Departemen atau Badan Otonom dan Majlis - seperti adanya Majlis Pendidikan dan Ekonomi serta menjamurnya Amal Usaha Muhammadiyah yang melayani kepentingan masyarakat umum di seluruh Indonesia.

Dari sekian prestasi diatas, ada permasalahan yang selalu mengancam kesolid an sebuah organisasi besar Muhammadiyah. Yaitu adanya muncul fragmatisme sesaat dikalangan petinggi Muhammadiyah - yaitu sikap politik petinggi Muhammadiyah yang sering condong diterpa angin politik praktis sementara itu organisasi Muhammadiyah secara konstitusi internal oganisasi mengedepankan perinsip politik untuk dakwah bukan dakwah untuk politik- hal ini jelas tergambar dalam matan keperibadian Muhammadiyah- disamping sebagai grakan Islam dan gerakan Tajdid, Muhammadiyah menekankan diri sebagai gerakan dakwah. Segala kegiatan dalam bidang pendidikan, social, termasuk politik diselenggarakan untuk kepentingan dakwah. [2]

Muhammadiyah punya slogan yang menarik “hidup hidupilah Muhammadiyah, dan jangan mencari kehidupan di Muhammadiyah” ungkapan KH.Ahmad dahlan ini memiliki arti yang sangat mendalam sesungguhnya bila kita kaitkan dengan isu kontemporer adalah prinsip high politic yaitu politik tingkat tinggi atau politik Adiluhung yang pernah dicetuskan oleh Amien Rais sangat layak untuk menangkal permasalahan-permasalahan intress politic dikalangan petinggi Muhammadiyah saat ini.

B. Muhammadiyah Dari Politik Praktis Ke Politik Adiluhung

  1. Indikasi Politik Praktis Muhammadiyah

Menurut Din Syamsudin : Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik bermula dari penghadapan Muhammadiyah dengan persoalan politik yang merupakan suatu keniscayaan. Keniscayaan ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pencapaian suatu cita-cita non-politis sekalipun tidak mungkin tanpa melalui kegiatan politik (politicking) [3].

Adanya indikasi Muhammadiyah melakukan kegiatan politik praktis terjadi pada masa Muhammadiyah dipimpin oleh K.H. Mas Mansur (1938 – 1940) dalam sistematisasi dan formulasi ideology Muhammadiyah Bru diadakan pada masa kepemimpinan K.H.Mas Mansur – sering disebut sebagai ideology Muhammadiyah – yaitu dirumuskannya “ Langkah-Langkah Muhammadiyah” / Garis-garis Besar Haluan Organisasi.

Setelah dibuat rumusan di atas maka Muhammadiyah semakin percaya diri dalam memerankan politik, Namun perlu dicatat –disebabkan pada waktu itu pemerintah colonial Belanda melakukan “Politik Aliansi” yakni mengasingkan ummat islam dari kegiatan politik. Contoh ; ummat Islam hanya diwakili oleh seorang wakil dalam VOLKSRAAD (DPR sekarang) Dari 60 anggota Volksraad , hanya 30 orang dari warga Indonesia, 25 Eropa, 5 lain-lain. Dengan perincian : terdapat 5 orang perwakilan dari Partai Sekuler Parindra, 3 orang perwakilan dari Pegawai Negeri, 3 orang perwakilan dari Khatolik /Protestan dan 1 orang perwakilan dari Islam.[4]

Bila kita kaitkan pendapat Din Syamsudin diatas dengan realita sejarah politik Muhammadiyah pada kepemimpinan K.H.Mas Mansur ( 1938 – 1940) adalah jelas sebagai indikasi bahwa Muhammadiyah pernah mengalami gejala politik praktis. Hal ini terlihat dari kelanjutan K.H. Mas Mansur dalam memperakarsai berdirinya Partai Islam Indonesia setelah sukses membuat garis-garis besar haluan organisasi Muhammadiyah.

  1. Isu Kotemporer Politik kalangan Muhammadiyah

Polemik Aktivitas Dakwah Kampus (mirip PKS) di PTM

Ada yang menarik ulasan polemic para petinggi Muhammadiyah dibahas dalam dua majalah terbitan PP Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah misalnya menyebarkan ”kalam-kalam” para petinggi Muhammadiyah menganggap aktivitas Lembaga Dakwah Kampus LDK di Perguruan tinggi Muhammadiyah sebagai tindakan perebutan lahan dakwah Muhammadiyah, bahkan ada yang lebih extreme lagi menganggap aktivitas lembaga dakwah kampus tersebut merupakan sayap Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sehingga dari wacana yang disebarkan bahwa secara terselubung PKS telah menggarap lahan dakwah Muhammadiyah melalui kegiatan dakwah kampus (yang kebetulan banyak dilakukan oleh kalangan simpatisan PKS) di Universitas Muhammadiyah Prof.Hamka misalnya, telah membekukan kegiatan dakwah kampus.

Lebih menarik lagi, ketika wacana itu diangkat di Suara Muhammadiyah maka bagai pertarungan sengit ada balasan serangan dari Majalah Tabligh yang kebetulan juga diterbitkan oleh PP Muhammadiyah yang berbasis di Jakarta. Perseteruan itu semakin lama makin merembet ke bawah, perang opini antar dosen, antar mahasiswa . Dalam majalah Tabligh misalnya ditegaskan bahwa gerakaran Tarbiyah (PKS) bukanlah Ideologi berbahaya yang perlu ditakuti, majalah Tabligh sebagai majalah Muhammadiyah terlihat lebih objektif dalam menilai permasalahan dari pada Swara Muhammadiyah yang cenderung subjektif.

Saya sepakat dengan pendapat Pak Drs.Almisar.M.Si dalam opininya di majalah Tabligh pada edisi yang sama - bahwa persoalan aktivitas dakwah Harakah di lingkungan PT Muhammadiyah hanyalah ”kejengkelan” para aktivis partai tertentu dikalangan Pengurus Muhammadiyah semata.

Din Syamsudin : Antara Muhammadiyah,PDIP dan PKS

Jelang PILKADA DKI Jakarta 2007 yang lalu seakan menjadi ujian berat bagi kader dan simpatisan PKS, juga menjadi ujian para Petinggi Muhammadiyah kader dan simpatisannya. Disana ada tarik menarik kepentingan, ada pemburukan citra kelompok tertentu, ada penghujatan, ada prasangka buruk. Semua itu bukan saja menghinggapi para politisi yang jelas mempunyai kepentingan politik. Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin secara tegas menuding adanya pemanfaatan fasilitas sarana ibadah oleh partai politik tertentu, walau sedikit malu-malu Din Syamsudin tidak menyebutkan partai politik mana yang melakukan tindakan itu, akhirnya terungkaplah bahwa partai yang dimaksud oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu adalah Partai Keadilan Sejahtera (seperti yang dikutip Harian Sinar Harapan).

Saya semakin tidak mengerti cara pandang beliau, hanya berdasarkan mendominasinya kader PKS dalam jama’ah mesjid lalu ini dianggap sebagai tindakan politisasi sarana ibadah. Pertanyaan kita, apakah kader PKS tidak punya kewajiban untuk berjamaah di mesjid sebagaimana halnya para warga Muhammadiyah yang terlibat dalam partai politik? Lalu apakah PKS tidak direstui untuk bergiat dalam dakwah sebagaimana PDIP menggunakan Baitul Muslimin sebagai sayap pergerakan partai politik yang secara langsung Din Syamsudin ikut terlibat? Apakah Pak Din Syamsudin setuju dengan ungkapan “PDIP Yes.., PKS no…” semoga semua pertanyaan-pertanyaan itu terjawab dengan jernih sejernih cara berfikir Prof. Din Syamsudin dan saatnya Muhammadiyah benar-benar bersih dari Politik Praktis.[5]

  1. Ketika Muhammadiyah Memilih Politik Adiluhung

Terlepas dari berbagai isu diatas dan kemelut politik praktis masa lalu Muhammadiyah, dan matan Keperibadian Muhammadiyah yang berbunyi : “disamping sebagai grakan Islam dan gerakan Tajdid, Muhammadiyah menekankan diri sebagai gerakan dakwah. Segala kegiatan dalam bidang pendidikan, social, termasuk politik diselenggarakan untuk kepentingan dakwah” saya coba menghubungkan kutipan matan ini dengan wacana politik tingkat tinggi (hight politic) yang dicetuskan oleh Amien Rais ternyata matan ini bisa menjadi multi tafsir dan tergantung siapa dan bagaimana kebijakan yang diambil oleh pimpinan Organisasi Muhammadiyah itu sendiri.

Sebagaimana halnya Amien Rais yang secara gambalang mengikuti kegiatan politik praktis pasca tumbangnya pemerintahan Soeharto 1997 lalu (era reformasi) beliau mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) setelah beliau tidak menjadi bagian pengurus (struktur Organisasi Muhammadiyah) sehingga kegiatan politik kalangan warga atau elit Muhammadiyah berada di luar lingkaran Organisasi Muhammadiyah.

Atau sikap Prof. Din Syamsudin selaku Pimpinan Pusat Muhammadiyah menegaskan bahwa Partai Matahari Bangsa (PMB) bukan bagian dari Organisasi Muhammadiyah patut kita acungi jempol walau terjadi paradoks ketika beliau dengan suka rela menjadi salah satu pengurus Baitul Muslimin sebagai salah satu sayap Partai Politik PDIP- apakah ini bagian dari politik adiluhung nya Pak Din, atau langkah “megap-megap” dalam politik praktis. Wallahu ‘alam.. bishowab. Tentunya kita setuju dengan pendapat Pak Amien Rais bahwa jika politik praktis dilakukan dalam sebuah organisasi non-politik maka akan menimbulkan perpecahan. Na’uzubillahi min zalik.

C. Kesimpulan

Saya berpendapat bahwa Muhammadiyah tetap tidak menjadi organisasi politik (praktis) dikarenakan adanya pertimbangan yang bersifat sosiologis, Muhammadiyah tidak menjadi organisasi politik merupakan refleksi teologis.

Referensi :

1. Majalah Tabligh

2. Swara Muhammadiyah

3. Makin Lama Makin Tjinta oleh Ir. Sukarno

4. Beberapa Surat Kabar

5. Kemuhammadiyahan (mata kuliah)

6. Muhammadiyah Kini dan Esok, Din Syamsudin. Et all

7. www.muhammadiyah.c

8. www.weelsastra.multiply.com



[1] Diambil dari situs resmi PP Muhammadiah www.muhammadiyah.or.id

[2] Dalam publikasi PP.Muhammadiyah, Matan Keperibadian, Jogajakarta, 1978

[3] Lihat pendapat Din Syamsudin dalam Muhammadiyah Kini dan Esok hal.. 169

[4] Office of Strategic Services, Political Parties and Movements in the East Indies (washingtong D.C 1945) hal 74 dikutip dari Muhammadiyah Kini dan Esok, Din Syamsudin hal ..169

[5] Lengkapnya lihat website ku ; www.weelsastra.multiply.com/blog/

Tangisan Itu Nikmat

Oleh : Wilda Sastra Sholien

Aku menjadi manusia sepi ditengah keramaian. Menjadi terasing dalam kemajmukan. Aku selalu berfikir “ seharusnya” begini dan begitu. Seharusnya tak ada lagi musik jika hati mampu menjadi pelipurlara. Seharusnya tak adalagi tangis kalau sudah ada canda tawa.

Aku bagai lupa dengan hukum alam, lupa garis keputusan bahwa segala sesuatu memang berpasangan. Ternyata aku juga pelaku tangis tawa, pengagum syair dan musik itu.

Kumencari titik putih dari hitam gelapnya alam pikiran, mencari jalan setapak dari semerautnya permasalahan. Mencari makna sebuah peristiwa yang terlewatkan hakikatnya. Aku punya cerita yang aku yakin semua kita pernah mengalami hal yang sama minimal pernah menyaksikan atau sekedar tau dari cerita teman. Tangisan ibuku. Atau bisa tangisan ibumu dan ibu kita. Ibu menangis melepas kepergian anaknya melanjutkan pendidikan ke negeri seberang. Kita mafhum tangisan itu memedihkan perasaannya, tangisan itu sebuah pengakuan cinta dan kerinduan, tangisan sebuah pengharapan kembali bertemu, tangisan itu bagai doa yang mengiringi dengan sejuta dukungan dari dalam hati terucap melalui titik-titik bening air mata. Ibu pun meluapkan tangisnya. Dalam penantian ibu masih sempat menangis dalam setiap melihat senyum ia teringat senyum anaknya, tangisan itu berhimpun dalam isakan sedih ditengah malam yang hening terpanjat doa bukan karena khawatir tapi karena rindu yang berlumur cinta kasihnya. Akhir dari perpisahanpun tiba,si anak kembali dengan selamat. Apakah yang akan dilakukan Ibu? Ia berteriak memanggil nama anaknya, lalu merangkul sianak penuh keharuan memecah hening qalbunya sendiri. Senyum ibu terpancar seketika terhenti dengan tangisan, ibu menangis kembali dalam akhir perpisahan walau ia tak tersakiti. Ada apa dengan tangis….?

Sebaiknya sebagai manusia pantas untuk membuka mata bathin dengan membiarkan sejuta kesegaran yang hilang oleh ke egoisan, mata bathin hampir berkarat tak pernah tersentuh lembut sejuk basuhan makna. Sadarkah berapa banyak air mata suci keluar dengan kepolosannya? Menangis bukan karena dipaksa dan berderai bukan meninggalkan luka. Ia keluar meninggalkan kelegaan dalam, ia lambang kepasrahan yang hakiki. Ia sebuah pengakuan akan kelemahan insan.

Tangis bukanlah gambaran penderitaan semata, ia juga luapan kebahagiaan yang tak terbendung. Tangisan bagai luapan lahar yang menyuburkan. tangis adalah puncak kepasrahan. Tangis sebagai pengakuan betapa lemah diri, betapa tak kuasa menahan sakit dan bahagia. Sakit perih bahkan penderitaan dan kebahagiaan adalah bumbu penyedap kehidupan ini.

“wuuuuw……ha..ha…………”

Sejenak aku mentertawakan diri, betapa tak warasnya aku ketika tak sanggup untuk menangis. Aku tak kuasa mengakui kelemahan, aku egois, bahkan aku mentertawakan orang yang menangis. aku penderita yang bebal dalam ketidak tahuanku akan hakikat tangis.

Saudaraku, jika tak sanggup untuk menangis maka tertawalah selepasnya. tertawakanlah diri sendiri jangan mentertawakan orang lain sebelum dirimu ditertawakan.

Saudaraku, menangislah dalam kesempurnaanmu,tarik nafas perenungan dalam, terisak pilu dalam keheningan derita, merintih dalam kegalauan dan kealfaan perasaan, berteriak dalam gempita kebahagiaan hingga air pembasuh lara itu memancar ikhlas membasuh keegoisan, menghela lembut deritamu, memecah kesombongan yang membatu. Nafas terisak akan memberimu nafas baru dengan kesegarannya. Niscaya engkau sadar betapa luas nikmat Tuhanmu walau hanya tangisan yang kau peroleh.

Cirendeu , 17 November 2007

Bersama B.J.HABIBIE

Bersama B.J.HABIBIE
Mr. W.S.Sholien di antara Mereka

PARA KOMANDAN KAMSAS-J

PARA KOMANDAN KAMSAS-J
Sapri TB And Bang Alie

SELAMAT DAN SUKSES

SELAMAT DAN SUKSES
Zakaria Solien Spd.I

indahnya kebersamaan

indahnya kebersamaan
bersama Sang Jurnalis